Ternate – Kanwil Kemenkumham Malut melalui Divisi Pelayanan Hukum da HAM mengajak para pelaku usaha dan Pemerintah Daerah (Pemda) di Provinsi Malut untuk peduli terhadap pentingnya perlindungan kekayaan Intelektual (KI) yang melimpah di Malut.
Data per Januari 2024 menunjukkan jumlah permohonan KI Komunal sebanyak 425 dari 10 Kabupaten/Kota yang ada di Malut. Sementara jumlah permohonan KI Personal seperti Hak Cipta, Merek, Paten, IG, serta Desain Industri sebanyak 1.493.
Hal tersebut diungkapkan Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM, Aisyah Lailiyah saat membacakan sambutan Kakanwil Kemenkumham Malut Ignatius Purwanto dalam kegiatan Promosi dan Diseminasi Kekayaan Intelektual Komunal yang dilaksanakan di Halmahera Room Hotel Bela Ternate, Rabu (6/3/2024).
“Melimpahnya potensi KI, baik komunal maupun personal di Malut, maka perlu dilakukan kegiatan tidak hanya promosi dan diseminasi, namun juga pelindungan dan pemanfaatan terhadap KI tersebut, sehingga meningkatkan daya saing ekonomi masyarakat,” terang Aisyah.
Saat ini, telah terdaftar 3 merek kolektif di Malut sebagai program unggulan Kemenkumham untuk mendorong ekonomi daerah berbasis KI disetiap desa ataupun kabupaten. Merek tersebut dimiliki oleh satu komunitas yang bergerak di sat bidang tertentu pada UMKM atau ekonomi kreatif.
“Tadi kita bersama-sama telah melihat penyerahan sertifikat merek kepada 3 pelaku usaha. Ini menunjukkan bahwa terdapat perhatian dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya pelindungan dan pemanfaatan KI,” jelasnya.
Olehnya itu, dirinya berharap agar forum ini menjadi momentum yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh peserta yang hadir untuk dapat bertukar pikiran dalam menyelami potensi KI yang ada di Provinsi Malut.
Indikasi Geografis Didorong Sebagai Identitas Kelompok Usaha
Tajuk utama dalam pelaksanaan Promosi dan Diseminasi Kekayaan Intelektual kali ini adalah “Mendorong Potensi Indikasi Geografis Menjadi Indikasi Geografis dan Merek Kolektif Sebagai Identitas Kelompok Usaha”.
Beberapa produk Indikasi Geografis yang sudah terpetakan saat ini, yakni Pala Dukono dari Kabupaten Halut, Cengkeh Kie Raha dari Kota Ternate, Kelapa Bido dari Kabupaten Pulau Morotai, dan Tenun Puta Dino dari Kota Tikep.
“Keanekaragaman budaya dan bahasa juga menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Malut yang ditandai dengan berbagai macam tradisi turun temurun, baik berupa ekspresi budaya tradisional dalam bentuk karya seni,” tutur Aisyah.
Gandeng Para Pakar Dalam Memahami Pentingnya HKI
Kabid Pelayanan Hukum, Zulfikar Gailea dalam laporannya menyampaikan, 5 narasumber yang ahli dibidangnya digandeng untuk memberikan pemahaman tentang arti pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Diantaranya, Prof. Dr. Sugiono Moejopawiro, M.Sc selaku pakar Indikasi Geografis, Triadhy Setyo P, S.Sos., M.Ikom selaku narasumber internal dari Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI, Dr. Sugeng Wiyono, MMA dari Dinas Pertanian Prov. Malut, Kusman Malik, M.A dari Dinas Koperasi dan UKM Prov. Malut, serta Dr. Ir. Muhammad Assegaf, M.Si dari BRIN Prov. Malut.
(Humas, Reformasi Birokrasi, dan Teknologi Informasi)