Ternate – Dampak Kebijakan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 25 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, dan Penghapusan Jaminan Fidusia di Provinsi Malut jadi topik menarik yang dibahas dalam acara Diskusi Strategi Kebijakan yang digelar di Dahan Mas Café & Resto, Rabu (2/10).
Acara yang menjadi tugas dan fungsi Unit Kerja Eselon I (UKE I), dalam hal ini Badan Strategi Kebijakan (BSK) Kemenkumham RI di wilayah ini akan dianalisa dan dilihat dampaknya terhadap masyarakat.
“Hasil analisis dan evaluasi kebijakan ini tentunya nanti akan menjadi bahan meta analisis bagi BSK dalam rangka memberikan rekomendasi strategi kebijakan kepada pimpinan Kemenkumham khususnya Ditjen AHU dalam rangka urgensi pelaksanaan pendaftaran dan penghapusan jaminan fidusia,” terang Kepala BSK Kemenkumham RI, Y Ambeg Paramartha yang disampaikan secara daring.
Ambeg dalam sambutannya menyampaikan, Analisis dan evaluasi dampak kebijakan ini dilakukan kepada kelompok pelaksana kebijakan dan kelompok sasaran kebijakan agar dapat melihat dampak dari kebijakan tersebut terhadap masyarakat. Setelah dilakukan analisis kata Ambeg, diperlukan suatu evaluasi terhadap kebijakan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
“Tentunya hal ini tidak hanya bermanfaat untuk pelaksanaan layanan jaminan fidusia di wilayah Malut, namun juga menghasilkan kebijakan terutama dalam rangka perbaikan peraturan,” tambahnya.
Sementara itu, Kakanwil Kemenkumham Malut, Andi Taletting Langi dalam laporannya menjelaskan bahwa diskusi yang digelar secara hybrid ini diharapkan dapat memberikan umpan balik dari pemangku kepentingan terhadap analisis evaluasi kebijakan terhadap Permenkumham No. 25 Tahun 2021.
Disamping itu, Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM, Aisyah Lailiyah mengungkapkan, dampak dari Permenkumham tersebut di Provinsi Malut salah satunya yakni berkurangnya nilai pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Hal itu kata Aisyah, disebabkan oleh sebagian besar lembaga pembiayaan non bank (leasing) di Malut adalah kantor cabang yang tidak memiliki akses untuk melakukan pendaftaran fidusia, melainkan terpusat di mana kedudukan kantor pusat leasing tersebut berada.
“Hal ini berdampak pada berkurangnya pembuatan akta notaris jaminan fidusia di Malut. Selain itu, pemberi jaminan fidusia atau debitur, tidak mengetahui adanya hak akses informasi pendaftaran fidusia,” jelasnya.
Olehnya itu, Aisyah menyampaikan, diperlukan pengaturan yang mewajibkan agar pembuatan akta jaminan fidusia diterbitkan ditempat objek jaminan fidusia dan didaftarkan oleh notaris di wilayah yang sama.
Kewenangan Kakanwil sebagai pelaksana layanan fidusia di wilayah juga perlu diatur untuk dapat mengakses proses pendaftaran, perubahan, dan penghapusan jaminan fidusia.
Sementara itu, pandangan Sonny Pungus, Notaris dan PPAT Kab. Pulau Morotai selaku narasumber menyampaikan bahwa hambatan lain penghapusan fidusia dalam Permenkumham tersebut yakni tidak mengatur mengenai sanksi bagi penerima fidusia yang tidak melakukan penghapusan jaminan fidusia.
Hal tersebut menurut Sonny, tidak memberikan kepastian hukum yang menjadi problematika jaminan fidusia.
Untuk diketahui, Kegiatan Diskusi Strategi Kebijakan yang berkolaborasi dengan BSK Kemenkumham RI juga memanfaatkan platform Youtube sebagai ruang publik untuk menyebarluaskan informasi tentang diskusi tersebut yang dapat dilihat kembali di akun Youtube Kanwil Kemenkumham Malut.